PERKEMBANGAN PEMIKIRAN HAM
Menurut Jack Donnely, hak asasi manusia
adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat
manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau
berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya
sebagai manusia.
Sementara Meriam Budiardjo, berpendapat bahwa
hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan
dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap
bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras,
agama, kelamin dan karena itu bersifat universal.
Dasar dari semua hak asasi ialah bahwa manusia
memperoleh kesempatan berkembang sesuai dengan harkat dan cita-citanya. Hal
yang sama juga dikemukakan oleh Slamet Marta Wardaya yang menyatakan bahwa hak
asasi manusia yang dipahami sebagai natural rights merupakan suatu kebutuhan
dari realitas sosial yang bersifat universal.
Nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan
dalam berbagai produk hukum nasional di berbagai negara untuk dapat melindungi
dan menegakkan nilai-nilai kemanusian. Bahkan nilai universal ini dikukuhkan
dalam intrumen internasional, termasuk perjanjian internasional di bidang HAM.
Sementara dalam ketentuan menimbang huruf b Undang
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa hak asasi
manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia,
bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
Mengenai perkembangan pemikiran hak asasi manusia,
Ahli hukum Perancis, Karel Vasak
mengemukakan perjalanan hak asasi manusia dengan mengklasifikasikan hak asasi
manusia atas tiga generasi yang terinspirasi oleh tiga tema Revolusi Perancis,
yaitu : Generasi Pertama; Hak Sipil dan Politik (Liberte); Generasi Kedua, Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya (Egalite) dan Generasi Ketiga, Hak Solidaritas
(Fraternite). Tiga generasi ini perlu dipahami sebagai satu kesatuan, saling
berkaitan dan saling melengkapi. Vasak menggunakan istilah “generasi” untuk
menunjuk pada substansi dan ruang lingkup hak-hak yang diprioritaskan pada satu
kurun waktu tertentu.
Ketiga
generasi hak asasi manusia tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Hak asasi manusia generasi pertama, yang mencakup
soal prinsip integritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan
sipil dan politik. Termasuk dalam generasi pertama ini adalah hak hidup, hak
kebebasan bergerak, perlindungan terhadap hak milik, kebebasan berpikir,
beragama dan berkeyakinan, kebebasan berkumpul dan menyatakan pikiran, hak
bebas dari penahanan dan penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari hukum yang
berlaku surut dsb. Hak-hak generasi pertama ini sering pula disebut sebagai
“hak-hak negatif” karena negara tidak boleh berperan aktif (positif)
terhadapnya, karena akan mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dan
kebebasan tersebut.
2. Pada perkembangan selanjutnya yang dapat disebut
sebagai hak asasi manusia Generasi Kedua, konsepsi hak asasi manusia mencakup
pula upaya menjamin pemenuhan kebutuhan untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial
dan kebudayaan, termasuk hak atas pendidikan, hak untuk menentukan status
politik, hak untuk menikmati ragam penemuan penemuan-penemuan ilmiah, dan
lain-lain sebagainya. Puncak perkembangan kedua ini tercapai dengan
ditandatanganinya ‘International Couvenant on Economic, Social and Cultural
Rights’ pada tahun 1966. Termasuk dalam generasi kedua ini adalah hak atas
pekerjaan dan upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan,
hak atas kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah, hak
atas lingkungan yang sehat dsb. Dalam pemenuhan hak-hak generasi kedua ini
negara dituntut bertindak lebih aktif (positif), sehingga hak-hak generasi
kedua ini disebut juga sebagai “hak-hak positif”.
3. Hak-hak generasi ketiga diwakili oleh tuntutan atas
“hak solidaritas”” atau “hak bersama”. Hak-hak ini muncul dari tuntutan gigih
negara-negara berkembang atau Dunia Ketiga atas tatanan internasional yang
adil. Melalui tuntutan atas hak solidaritas itu, negara-negara berkembang
menginginkan terciptanya suatu tatanan ekonomi dan hukum internasional yang
kondusif bagi terjaminnya hak-hak berikut: (i) hak atas pembangunan; (ii) hak
atas perdamaian; (iii) hak atas sumber daya alam sendiri; (iv) hak atas
lingkungan hidup yang baik dan (v) dan hak atas warisan budaya sendiri.
UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU
HAM) memuat prinsip bahwa hak asasi manusia harus dilihat secara holistik bukan
parsial sebab HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukun, Pemerintahan,
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
Oleh sebab itu perlindungan dan pemenuhan hak asasi
manusia di bidang sosial politik hanya dapat berjalan dengan baik apabila hak
yang lain di bidang ekonomi, sosial dan budaya serta hak solidaritas juga juga
dilindungi dan dipenuhi, dan begitu pula sebaliknya. Dengan diratifikasinya
konvenan Hak EKOSOB oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005,
kewajiban Indonesia untuk melakukan pemenuhan dan jaminan-jaminan ekonomi,
sosial dan budaya harus diwujudkan baik melalui aturan hukum ataupun melalui
kebijakan-kebijakan pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar